Kamis, 17 Januari 2019

Nasihat

MARAKNYA PERNIKAHAN SEBATAS STATUS DI ERA MILENIAL

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Bukan hanya menyatukan dua hati menjadi satu, juga sebagai sarana ibadah. Rasulullah saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, "Barang siapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya."
Lalu bagaimana dengan fenomena maraknya menikah sebatas status?

Dunia semakin berwarna, banyak kisah menghiasi, terjadi baik suka maupun duka. Akan tetapi kemajuan zaman yang telah dilengkapi dengan berbagai teknologi terkadang juga mengubah banyak hal di dunia ini. Seperti juga kehidupan rumah tangga yang terkadang juga terpengaruh dan mengalami banyak goncangan.
Keluarga merupakan pondasi dari sebuah negara. Apabila baik sebuah keluarga, maka akan terbentuk masyarakat yang baik pula. Apabila baik suatu kelompok masyarakat, maka akan terbentuk negara yang baik pula.
Lalu bagaimana menciptakan keluarga yang baik, karena ini inti dari semua itu.
Keluarga terbentuk dari beberapa individu yang menjadi satu, yang diawali dari terbentuknya sebuah rumah tangga, yang terdiri dari suami dan istri. Ketika seseorang telah memilih  pasangannya, maka akan terjadi suatu komitmen untuk bersama. Selanjutnya berdasarkan proses dan kesepakatan serta terpenuhinya syarat dan rukun nikah, maka sesuai syariat agama terjadilah sebuah pernikahan.
Rukun nikah menurut jumhur ulama yaitu :
1. Ada calon suami dan istri
2. Wali dari pihak calon istri
3. Dua orang saksi
4. Ijab Kabul
Sedangkan syarat nikah adalah syarat yang bertalian dengan semua rukun nikah. Selanjutnya syarat administrasi nikah berdasarkan PMA 2018 yaitu :
1. Adanya N1: Surat pengantar nikah, N2: pemberitahuan kehendak nikah, N3: persetujan mempelai, N4: izin orang tua
2. Membayar PNBP
3. Foto copy KTP
4. Foto kedua pengantin ukuran 2x3 & 4x6
5. Ada rekomendasi
6. Ada akta cerai (bagi janda/duda).
7. Daftar ke KUA.
Pernikahan yang dilandasi oleh perasaan kecintaan dan ketaqwaan terhadap allah SWT, maka Insha Allah akan tercapai keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Akan tetapi itu tidak menjamin keluarga tersebut bebas dari masalah.
Masalah dalam rumah tangga itu bermacam-macam. Mulai dari masalah anak, suami, istri, ekonomi, tetangga, saudara, pekerjaan dan lain-lain. Selanjutnya dari semua masalah yang ada, setiap rumah tangga pastinya berbeda-beda, begitu juga cara menyelesaikannya. Serta bagaimana setiap rumah tangga  mampu menemukan solusi terbaik demi terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah.
Ketika sebuah rumah tangga sedang mengalami goncangan, maka sebaiknya semakin mendekatkan diri kepada allah SWT, karena "...hanya dengan mengingat allah hati menjadi tenteram" (QS.Ar-Ra'du : 28).
Faktanya banyak rumah tangga yang mengalami goncangan dan tidak mampu bertahan, serta terhempas begitu saja, meski terkadang masih seumur jagung. Akibatnya adalah banyak kita temui saat ini duda dan janda muda.
Lalu bagaimana dengan rumah tangga yang mampu bertahan dalam menghadapi goncangan arus rumah tangga yang begitu dahsyatnya. Benarkah mereka  bertahan karena kuatnya iman, kuatnya tekat untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah atau bertahan karena hal-hal yang lain.
Ternyata, dari beberapa narasumber yang berhasil penulis temui, ada hasil yang mengejutkan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan beberapa rumah tangga bertahan hanya karena status.
Alasan-alasan itu antara lain:
1. Alasan telah mempunyai anak
Ada sebuah fakta mengejutkan, suami & istri yang masih tinggal satu atap, ternyata mereka sudah tidak saling menyatu secara hati. Awal pernikahan karena di jodohkan, seiring berjalannya waktu, ternyata cinta itu tetap tidak tumbuh, akhirnya mereka saling tersiksa batin. Akan tetapi tetap bertahan karena telah memiliki seorang anak.
Kisah lain dari narasumber yang berbeda diceritakan, awal pernikahan baik-baik saja, seiring berjalannya waktu, suami maupun istri mulai tergoda yang lain, sehingga terjadilah perselingkuhan. Akibatnya, suami maupun istripun merasa sakit hati dan kecewa. Lagi-lagi alasan mereka tetap bersama adalah demi anak-anak. Akhirnya merekapun tetap melanjutkan hubungan suami istri dalam bingkai rumah tangga yang sudah dapat dipastikan tidak harmonis lagi. Hari-hari dilalui dengan penuh ketegangan dan tidak jarang terjadi pertengkaran.

2. Alasan Ekonomi
Tidak dapat dipungkiri, bahwa hidup ini memang tidak bisa lepas dari masalah ekonomi. Uang memang bukan segalanya, akan tetapi segalanya memang butuh uang.
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu alasan, seseorang bertahan dalam rumah tangga sebatas status. Seorang istri yang terbiasa tergantung dengan suami, ketika suami menyakiti baik hati dan fisiknya, tetapi tetap bertahan demi kesejahteraannya secara ekonomi.
Sumber lain menyebutkan, Suami istri yang hidup serba kekurangan, akhirnya memutuskan sang istri pergi ke negeri orang untuk mencari nafkah dengan tujuan merubah ekonomi keluarga agar menjadi lebih baik. Pergi atas izin suami, kesepakatan diambil untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Awal kepergian semua baik-baik saja. Seiring berjalannya waktu, sang istri mulai berubah gaya hidupnya.
Singkat cerita, istri merasa lebih tinggi dari suami, sehingga cenderung semena-mena. Akan tetapi suami yang merasa direndahkan hanya mampu pasrah dan mengalah, karena merasa nyaman menikmati hasil kerja keras sang istri. Hubungan mereka terjalin hanya sebatas materi. Istri minta berpisah karena merasa sudah tidak butuh suaminya. Tapi suami tidak mau, karena masih butuh uang istrinya. Akhirnya mereka menjalani hubungan pernikahan hanya sebatas status saja.
3. Alasan Karier atau Jabatan
Narasumber menyebutkan, sebenarnya suami istri ini, merasakan sudah tidak cocok dalam banyak hal, kesibukan sering kali menjadi alasan, sehingga terjadi miskomunikasi yang mengakibatkan terjadinya perselisihan.
Pada dasarnya mereka saling mencintai, akan tetapi kalah dengan ego yang mengakibatkan tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya rumah tanggapun menjadi goyah. Tapi jika mereka berpisah, karier atau jabatan mereka saat ini yang menjadi taruhannya. Sehingga keputusan yang diambil adalah tetap bersama meskipun sudah tidak bisa seiring sejalan. Miris memang, tapi kalau mau jujur fakta ini banyak kita temui di lapangan.

Selain ke tiga alasan di atas, ada lagi alasan yang menyebabkan pernikahan sebatas status.
1. Gadis A menjawab, bahwa dia bersedia menikah dengan si B karena hanya si B yang mau menikah dengannya. Hal itu terjadi karena orang tua si A mengalami gangguan kejiwaan.
2. Gadis AA mau menikah dengan si BB, karena si AA telah hamil di luar nikah, maka demi status anak dalam kandungannya, dia bersedia menikah dengan si BB.
Sesungguhnya masih banyak lagi alasan-alasan mengapa marak terjadi pernikahan sebatas status di era milenial.
Rumah tangga harus di jalani dengan penuh kesanggupan jiwa dan raga sebagai wujud pengabdian ibadah kepada allah SWT bukan hanya sekedar status.
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga; Jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, jika diberi amanah dia berkhianat." (HR. Al-Bukhari). Tanda-tanda orang munafik sudah jelas dalam hadis di atas. Berdasarkan hadis tersebut, maka pernikahan sebatas status jelas merupakan salah satu indikasi perbuatan orang munafik. Oleh sebab itu, sebelum kita memutuskan untuk menikah, sebaiknya sebagai seorang muslim, kita harus tahu dan faham tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Bab Nikah. Hal itu sangat penting, sebab menikah bukan hanya perkara kebutuhan biologis dan jasmani saja, akan tetapi ada pertanggung jawaban di akhirat kepada Allah SWT.

Semangat Pagi Cinta
#Eka Wiyati#A1#menulis semudah bernafas
#Aleniaku#kmonovember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar