Senin, 24 Desember 2018

Mengapa Aku Menyumpahimu ( 1 )

Eka Wiyati
-------------------
🌹🌹
Rasa cinta pasti ada pada insan yang bernyawa. Begitu juga denganku, yang hanya insan biasa. Seperti remaja pada
umumnya, aku juga pernah jatuh cinta. Kisahku berawal dari pertemanan yang mulanya biasa-biasa saja. Aku jatuh cinta pada salah satu teman sekolahku. Dia biasa saja, pintar biasa saja, wajahnyapun biasa saja. Akan tetapi entah mengapa aku bisa suka sama si Dia. Bagus namanya, teman sekelasku yang telah mencuri hatiku. Hari demi hari berlalu, aku hanya mampu diam dan memandang diam-diam. Bagus idola di sekolahku, orangnya supel, loyal dan senang bercanda. Banyak temanku yang tertarik padanya, tapi aku belum tau siapa yang disukainya dari sekian banyak temanku yang menyukainya. Hingga pada suatu hari aku mendengar kabar, bahwa ada seseorang yang menyukainya. Dia adalah siswi di luar sekolahku. Dia cantik, pintar dan anak kepala sekolah. Mendengar hal itu, hatiku langsung cemburu. Nia, ya itu namanya. Siswi cantik yang juga menyukai Bagus, teman sekolahku yang telah mencuri hatiku.

Sejak saat itu, aku tidak pernah berharap kalau Bagus akan membalas cintaku. Aku sadar, siapa aku ini. Aku hanya gadis desa yang tidak punya apa-apa. Aku jelas tidak mampu bersaing dengan Nia. Nia cantik, pintar dan kaya. Banyak yang tertarik dengannya, sudah pasti Bagus juga tertarik padanya. Secara perlahan dan pasti, ku rapihkan hatiku untuk menghapus nama Bagus dari hati dan fikiranku. Aku masih SMU, jalanku masih panjang. Lebih baik aku fokus dengan sekolahku. Demi kedua orang tuaku, yang telah bersusah payah membiayaiku. Aku harus jadi orang sukses, yang mampu membahagiakan ke dua orang tuaku.

Sejak saat itu, aku tidak berani lagi berfikir tentang Bagus. Santer ku dengar Bagus & Nia mulai dekat, aku tidak tau mereka berpacaran atau sekedar dekat saja. Jujur ku akui, aku mau tau itu, tau yang sebenarnya.Tapi aku rayu hatiku untuk berpaling dari masalah itu. Sekolahku lebih penting, aku mau jadi orang sukses. Hingga datanglah masa itu. Ketika aku sudah berhasil berkompromi dengan hatiku, tapi tiba-tiba Bagus datang menghampiriku. Hatiku berdebar tak karuan, wajahku merah menahan malu, keringat dinginku keluar karena takut."Ya Alloh apa yang terjadi denganku"?hatiku bertanya-tanya. Bagus menghampiriku seraya tersenyum, jiwaku bergetar seakan melayang terbang ke awan.

"Hai"Bagus menyapaku.

 "A..a...Ha..i" aku gugup tak tau apa yang terjadi.

Padahal aku termasuk seorang yang pemberani, aku aktifis di sekolahku. Aku biasa berbicara di depan orang banyak. Akan tetapi di depan Bagus aku jadi lemah tak berdaya."Ya Alloh ampuni aku". Kisah berlanjut, dengan segenap tenaga ku kuasai jiwaku. Semua tampak berbeda, Bagus menyapaku dengan senyum yang meluluhkan jiwaku. Aku tak kan pernah melupakan waktu itu, waktu dimana ada seseorang yang menyatakan perasaannya padaku. Aku tidak pernah menyangka. Bahkan membayangkanpun, aku tidak berani. Hatiku yang telah berhasil ku rayu untuk melupakan Bagus tiba-tiba tersentuh dan harus memutuskan. Selama ini aku berfikir kalau Bagus itu saling suka dengan Nia. Akan terapi diluar dugaanku, ternyata Bagus tidak pernah menyukai Nia. Nia hanya di anggap teman biasa, karena ternyata Nia tetengga Bagus. Hatiku mulai bimbang, benarkah Bagus menyukaiku atau hanya bercanda.

Enam bulan berlalu, kini aku naik kelas 3 SMU. Selama 6 bulan Bagus masih menunggu jawabanku. Hatiku berkata, berbunga-bunga, riang tak terkira. Seperti anak SMU lainnya, akupun tak luput dari jeratan virus cinta.Bagus cinta pertamaku, aku tak tau sejak kapan dan sampai kapan. Setelah 6 bulan Bagus menunggu, akhirnya akupun mengiyakan perasaanku. Perasaan kami sama, tapi satu komitmen yang kami buat. Kami hanya akan bertemu di sekolah saja. Sejak saat itu hari-hari kami pun berubah. Kami insan yang sedang di hinggapi virus cinta.

Delapan bulan berlalu, hingga tibalah saatnya ujian kelulusan. Menjelang ujian kami mulai  menjaga jarak, karena kami harus konsentrasi dengan ujian kami. Seperti kita ketahui ujian waktu itu memang benar-benar berpusat pada siswa. Kami komitmen untuk membawa cinta kami untuk selamanya. Ironis memang, bahkan mungkin sulit dipercaya kalau kami berkomitmen seperti itu.

Akan tetapi inilah faktanya Bagus cinta pertamaku, begitu juga aku. Aku cinta pertama Bagus. Cinta anak SMU, cinta monyet, cinta coba-coba, cinta putih abu-abu dan bahkan jauh dari kata serius. Ya, itu yang ada di benak banyak orang tentang cinta anak SMU.Tanpa kami sadari, ternyata kedekatan kami di ketahui kedua orang tua kami.

Ayah dan ibuku tidak merestui hubungan kami, karena merasa kami tak sepadan dengannya. Ibuku bilang agar aku konsentrasi pada sekolahku. Aku hanya diam mendengar nasihat ibu, semua yang ibu sampaikan benar. Aku berjanji dalam hati takkan ku sakiti hati ibu, ibu telah membesarkan aku dengan sepenuh jiwa raganya. Ibuku wanita hebat yang tidak pernah mengeluh apapun keadaan kami. Perlahan tapi pasti  hatiku mulai resah. Ingin ku turuti nasihat ibu, tapi kenapa hati sudah terbagi dan memberikan ruang untuk Bagus.

 Aku mulai menjauhi Bagus, hingga pada suatu hari Bagus pun menemui ku dan bertanya padaku. Ujian kelulusan sudah berakhir, kami lulus dari SMU. Semua senang dan bersukaria. Beda dengan hatiku yang sedang berlatih untuk menuju ujian kehidupanku.

"Kenapa kau menjauhiku?" Bagus bertanya padaku.

"Aku tidak menjauhimu, aku hanya konsentrasi dengan ujian".Jawabku dengan penuh ketegasan.

"Aku tidak percaya". Bagus kembali berkata.

"Kalau kau tidak percaya, baiklah aku tidak memaksa". Kembali ku tegaskan pada Bagus.

"Sekarang kamu mau apa, untuk apa menemuiku"?aku balik bertanya pada bagus.

Dengan wajah senyum Bagus memandangku. Aku semakin penasaran, tapi aku berusaha tenang. Aku tidak mau kalau Bagus kembali bertanya padaku. Ku kusai hati dan fikiranku untuk tetap tenang dan menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi denganku.

"Aku minta maaf". Tiba-tiba Bagus bicara.

"Minta maaf, apa maksudmu"? ku pandang Bagus, seraya menunggu jawaban.

"Aku minta maaf, karena aku telah membuatmu kecewa". kata Bagus

"Kecewa"? aku semakin tidak mengerti.

"Bicaralah dengan jelas, apapun yang kau sampaikan aku terima". Paksaku pada Bagus.

"Baiklah, aku minta maaf, karena mulai hari ini dan seterusnya aku tidak bisa bersamamu". jawab Bagus dengan lirih dan tidak berani menatapku.

Hatiku hancur, perasaanku tak karuan, aku ingin marah, tapi apa boleh buat. Kembali lagi ku kendalikan jiwaku, agar tetap terlihat tenang. Aku senyum dan ku pandang Bagus.

"Tolong kamu jangan pernah membenciku, karena aku tidak sanggup menerimanya".

Bagus kembali berkata, dengan tetap tidak memandangku.

"Baiklah aku terima semuanya, tapi bolehkah aku tau, apa alasanmu menyampaikan semua itu". serapih mungkin ku rangkai kata-kata agar tetap tenang.

"Maaf, setelah lulus ini kedua orang tuaku memintaku untuk meninggalkanmu, melupakanmu dan menjauhimu". Kata-kata Bagus jujur, dan kejujuran itu membakar jiwaku.

Seketika aku ingat nasihat ibu, agar aku menjauhi Bagus. Bagus anak orang kaya, tidak mungkin aku diterima oleh kedua orang tuanya. Kami orang miskin, ibarat bumi dengan langit. Aku diam dan ku benarkan dalam hati semua nasihat ibu ku. Akan tetapi logikaku tak terima dengan semua itu. Apakah aku serendah itu?, apakah aku semiskin itu?, apakah aku seburuk itu? banyak pertanyaan yang berhamburan di benakku.

"Maaf, sampai mati kau tetap di hatiku" kata-kata Bagus menghentikan logikaku.

"Aku harus menuruti semua perintah orang tuaku". Bagus menjelaskan dan mulai berani menatapku, aku tetap diam, dan kutunggu penjelasan selanjutnya, dan benar saja Bagus kembali berkata.

 "Selepas dari SMU kedua orang tuaku mengirimku ke luar pulau Sumatera untuk mengikuti pendidikan, kedua orang tuaku mau agar aku berkonsentrasi dengan pendidikanku, aku akan mengikuti pendidikan di sana, untuk menjadi seorang TNI, Itulah sebabnya mereka meminta aku untuk meninggalkanmu".

Mendengar semua itu, aku semakin sadar dengan semua nasihat ibuku. Aku berusaha tenang, tapi kali ini ternyata aku tak mampu. Aku merasa alasan itu tidak masuk akal, aku merasa telah dihina karena aku miskin.

"Baiklah, apapun yang kau sampaikan,aku terima, akupun sebenarnya sama, telah diminta ibuku untuk menjauhimu, akan tetapi aku tidak lakukan itu, karena aku berfikir apapun yang terjadi kita akan tetap bersama. Sekarang kondisinya sudah berbeda, turutilah kehendak orang tuamu, semoga cita-citamu tercapai". Tapi ingat "meskipun aku miskin, aku juga punya cita-cita, aku punya Alloh yang akan menolongku mewujudkan cita-citaku" dengan tenang dan tegas ku sampaikan semua itu.

Hari sudah siang sudah tiba waktunya pulang, aku berdiri dan ku tinggalkan Bagus yang masih duduk dan memandangku.

Aku hanya insan biasa yang punya rasa suka dan duka. Saat keinginanku terwujud hatiku akan merasakan suka dan bahagia. Sebaliknya saat duka melanda aku pun tak mampu lagi menyembunyikannya. Seorang yang patah hati siapa yang bisa mengobati. Dokter cinta? sepertinya itu hanya ada di lagu saja. Aku anak SMU yang baru merasakan jatuh cinta, kini karena perbedaan kasta, cinta itu putus begitu saja. Kepada siapa aku mengadu kecuali kepada-Mu (Allah S.W.T). Ternyata doa tak secepat kilat mampu mengobati patah hati, ingin aku cerita kepada ibuku seraya bersimpuh dan minta maaf. Akan tetapi egois jiwa mudaku tak mau kompromi untuk melakukan itu.

Waktu terus berjalan, di tengah kesakitan hatiku ada seorang temanku yang mau mendengarkan keluh kesahku. Aman namanya, dia juga teman sekolahku. Semua kisah yang ku simpan selama ini, aku ceritakan semua kepadanya. Aman menasihatiku, agar aku tidak perlu larut dengan kekecewaanku. Kata Aman semua itu pasti berlalu, berfikir dan lakukanlah hal-hal positif. Saat aku dengar nasihat Aman, aku sadar dan aku ucap istighfar "Astaghfirullohaladzim". Aman mengajakku mendaftar di salah satu kampus kesehatan. Hari itu aku terdaftar di salah satu kampus kesehatan di kotaku. Akan tetapi belum sempat aku mengikuti perkuliahan lebih lanjut, aku putuskan berhenti. Aku merasa kurang cocok di bidang kesehatan, belum lagi biayanya yang mahal. Aku takut kedua orang tuaku tidak mampu membiayaiku sampai selesai.

Ketika aku sedang galau dengan pilihan pendidikanku, kembali Aman menyelamatkanku. Dia menunjukkan sebuah kampus yang biayanya lebih murah serta waktu pendidikannya pun lebih cepat. Ya, benar saja. Aman mendaftarkanku di salah satu perguruan tinggi negeri di kotaku. Jurusan Tarbiyah, Prodi D 2 PGMI.Terang saja, meski aku tak tau awalnya, akhirnya aku melanjutkan pendidikan di STAIN. Masa-masa transisi ku jalani dengan satu keyakinan aku pasti berhasil. "Manjadda Wajada".

Menjadi mahasiswa membuatku mulai melupakan sakit hatiku. Akan tetapi, setelah beberapa bulan mengikuti pendidikan sebagai TNI Bagus pulang ke desaku.Tanpa kabar berita apapun, Dia langsung menemuiku. Pada waktu itu Hp belum seperti sekarang ini, maka komunikasi bisa dilakukan melalui surat atau ketemu langsung. Maklumlah kami orang desa. Khususnya aku, jangankan beli Hp, bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi itu adalah suatu anugerah yang luar biasa, yang telah di berikan Alloh kepadaku.

Berbagai pertanyaan kembali berhamburan dibenakku. Mau apa dia, kurang puaskah dia menyiksa hati dan fikiranku. Akan tetapi aku mencoba berpositif tinking. Aku tidak berani menemuinya di rumahku, aku takut menyakiti ibuku. Akhirnya dengan bantuan temanku, ku pinta dia menemuiku di rumah nenekku. Setelah sholat isha aku minta izin ibuku untuk pergi ke rumah nenekku yang jaraknya hanya beberapa langkah.

Saat itu bulan purnama, jadi suasana malam terang benderang. Rumah nenekku yang hanya berselang satu rumah dari rumahku nampak ramai. Ada tamu rupanya.Tidak berapa lama aku sampai di rumah nenekku, Bagus datang di antar oleh pamannya Nia. Ingatkan siapa Nia? ya, Nia gadis cantik, pintar, kaya dan tetangga Bagus.
------------bersambung





Tidak ada komentar:

Posting Komentar