Senin, 24 Desember 2018

Mengapa Aku Menyumpahimu ( 6 )

Eka Wiyati
------------------
🌹🌹



Idul fitri telah tiba, semua umat muslim merayakan kemenangannya. Begitu juga dengan aku dan keluargaku. Sore itu,
Anisa bertamu ke rumahku. Aku sangat senang bertemu dengan Anisa. Awalnya kami ngobrol biasa saja, bertanya kabar dan anak-anak. Tapi, tiba-tiba saja Anisa bertanya kepadaku tentang Bagus.

Aku bilang ke Anisa, bahwa semua sudah selesai. Tidak ada yang perlu dibahas lagi. Anisa diam dan menatapku, penuh tanda tanya. Tatapannya seolah-olah ingin menelanku. Saat itu suamiku datang, dan ternyata mendengar percakapan kami.

"Maaf Nisa, apa kabarmu? Perlahan suamiku menyapa Anisa, lalu saling bermaafan karena memang itu situasi idul fitri.

"Kabarku baik, maaf bukan maksudku ingin turut campur masalah kalian, hanya saja, kemarin aku bertemu Bagus." Anisa agak gugup.

"Tenanglah Nisa, kau sudah tahu dari semula, aku rasa tidak ada yang perlu kau khawatirkan, lanjutkan obrolan kalian." Suamiku tersenyum dan meninggalkan kami.

"Maaf Nisa, kau jangan tersinggung ya." Aku berusaha menghapus gelisah Anisa.

"Iya, aku paham, suamimu tidak bersalah, mungkin saja aku yang salah karena masih bertanya soal Bagus." Senyum Anisa tersimpul di ujung bibirnya.

"Maaf, aku bertanya karena Bagus menghentikan langkahku saat aku bertemu dengannya, dia bilang dia masih mencintaimu." Datar pandangan Anisa menyisir wajahku.

"Aku tidak percaya dengan semua ucapannya, dan aku berharap kau pun tidak terpengaruh olehnya."Anisa menasihatiku.

"Tenanglah Nisa, semua baik-baik saja." Senyum manisku menghiasi kalutku.

Hari sudah gelap, Anisapun berpamitan. Ada rasa sesal dan bersalah saat aku melepas Anisa berlalu. Tapi ini yang terbaik, Anisa tidak perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Bahwa sebenarnya Bagus masih menghubungiku dan meminta aku mencintainya kembali. Larut aku dalam lamunanku, sampai terdengar getar tanda ada pesan masuk. Aku ambil Hp ku dan ku baca pesan itu. Sungguh diluar anganku, itu pesan dari Bagus.

"Ehmmm!" Suara suamiku mengejutkanku.

"Pesan dari siapa, sampai kau tidak mendengar salamku." Pijaran bola mata suamiku menyiutkan qolbuku.

"Ba-gus." Terhenti lisanku di nama itu, dan aku tunjukkan pesan itu.

Pesan yang bertuliskan, bahwa Bagus ingin bertemu denganku. Sekilas aku lihat ekspresi garang di wajah suamiku. Sambil membaca pesan itu dan mengerlingkan pandangannya, seolah sedang memburu sesuatu.

"Telpon dia sekarang, kalau memang dia mau bertemu denganmu, suruh dia datang sekarang juga!" Bagai petir menggelegar, sepertinya suamiku naik darah.

"Maaf, aku rasa itu tidak perlu, kalau dia memang punya keberanian pasti dia sudah datang." Lembut lisanku, ku harap mencairkan gemuruhnya jiwa suamiku.

"Tidak, telpon dia sekarang, aku mau tahu sampai di mana keberaniannya." Suamiku naik pitam.

Walau aku tidak yakin, akhirnya aku telpon Bagus. Bagus sangat senang mendengar suaraku, dia berfikir aku akan memenuhi keinginannya untuk menumuinya. Tanpa keraguan sedikitpun aku menolak semua itu, tapi Bagus tetap memaksaku.

"Tolong, temui aku sekali saja, aku hanya ingin minta maaf dan mendegar kau juga masih memcintaiku untuk yang terakhir kali." Ratapan Bagus membuat darahku mendidih.

"Kalau kau mau minta maaf, datanglah ke rumahku bersama istrimu." Tegasku pada Bagus.

"Istriku tidak mungkin mau, dia sangat cemburu padamu." Bagus menolak tawaran perdamaianku.

"Kalau kau tidak mau ke rumahku, lupakan saja semua, toh semua sudah selesai." Nada tinggi ku lancarkan pada Bagus.

Bagus tetap menolak perdamaianku dan tetap memaksaku menemuinya, dengan alasan klasiknya. Bola mata suamiku menyala, karena memang dari semula dia mendengarnya. Setelah sempat berdebat beberapa menit dengan Bagus, aku tutup telponku.

"Sekarang aku sudah tahu maksudnya, baiklah lihat apa yang bisa aku lakukan." Suamiku menabuh genderang perang.

Aku tidak tahu apa rencana suamiku, tapi yang jelas dia terlihat sangat marah. Tanpa bertanya apapun aku berlalu dan melupakan semuanya.

Keesokan harinya, kembali terdengar pesan masuk, kali ini aku enggan membukanya. Tapi setelah berkali-kali terdengar pesan masuk, akhirnya aku baca pesan itu. Kali ini, bukan Bagus yang mengirim pesan dengan rayuan gombalnya, tapi ini pesan dari Nia, istrinya Bagus.

"Assalamualaikum, maaf kalau suamiku telah mengganggumu, Nia." Singkat pesan itu, membuatku mati gaya.

Apa maksud Nia, sungguh hatiku bertanya-tanya. Apa yang harus aku jawab, benarkah ini Nia, atau ini Bagus yang mencoba mengelabuiku.

"Tolong jawab aku, suamimu sudah menceritakan semuanya, tentang terjalinnya komunikasi kalian di belakangku." Kalimat itu mulai menyerangku, ku rapihkan hatiku agar jiwaku tetap tenang.

"Jawab aku, atau kau memang masih mencintai suamiku." Kalimat itu semakin membakarku, kali ini aku tidak mampu lagi mengendalikan jiwaku.

"Walaikumsallam, maaf Nia, aku tidak tahu apa masalahmu, mengapa tiba-tiba kau mingirim pesan ini." Santun bahasaku, berharap meredam situasi hati kami.

"Kau pasti tahu maksudku, angkat telponku." Nia kembali melancarkan emosinya.
---------------------------
Tidak berapa lama Nia menelponku, dia marah dan menuduh aku mengganggu suaminya. Ternyata selama ini Nia tahu kalau suaminya masih mencintaiku, makanya dia sangat cemburu padaku.

Aku berusaha tenang dan menjelaskan semuanya, perlahan dan penuh hati-hati aku sampaikan kronologi kejadiannya. Akhirnya Nia pun mengerti, dia pun minta maaf kepadaku dan berjanji akan menasihati serta menjaga suaminya agar tidak menggangguku lagi.

"Baiklah, aku percaya kau tidak mungkin menerima suamiku kembali, suamiku terlalu terobsesi, dia tidak bisa melupakanmu, atas nama suamiku, aku minta maaf dengan ketidak nyamanan ini." Kata-kata bijak Nia membalut keresahan jiwanya yang bergemuruh.

"Aku minta maaf, selama ini tanpa aku sadari aku telah masuk ke kehidupan kalian." Kalimat perdamainku, yang aku harap dapat menyelesaikan masalah ini.

"Terimakasih atas semuanya, sekali lagi aku minta maaf, lusa kami kembali ke Makasar, aku janji akan aku selesaikan semuanya." Kata-kata Nia penuh kesakitan.

"Aku juga ucapkan terimakasih atas pengertianmu, semoga semua baik-baik saja, berbahagialah dan lupakan semuanya." Kalimatku disambut tawa kecil Nia.

Semua kejadian itu ternyata settingan suamiku yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap Bagus. Sejak hari itu aku berjanji akan menutup kisah itu. Walau sejujurnya masih berhamburan pertanyaan di benakku.

Pertanyaan apa yang terjadi antara Nia dan Bagus, setelah Nia tahu semua ini. Pertanyaan tentang sakitnya Bagus, yang katanya hanya memiliki waktu 5 tahun lagi.
Pertanyaan tentang suamiku yang tidak menjelaskan apapun, tentang apa yang telah dia sampaikan kepada Nia.
Pertanyaan pamungkas, mengapa Bagus begitu mencintaiku, tapi selalu membuat aku kecewa.

Semua pertanyaan itu hanya sebatas anganku, karena sejak saat itu, aku tidak mau lagi Bagus menghantui hidupku. Karena aku percaya, semua yang telah terjadi pasti atas izin Allah, serta pasti ada hikmahnya.

Tamat
=======

"Mengapa aku menyumpahimu" adalah kisah faksi, bersumber dari kisah nyata, demi kepentingan prevasi, nama tokoh sengaja penulis samarkan. Penulis berharap pembaca bisa mengambil pelajaran dari kisah ini, yang tentunya setiap pembaca punya penafsiran dan sudut pandang yang berbeda.

Walaupun kisah ini sudah berakhir di sini, akan tetapi di dunia nyata sampai kisah ini ditulis, Bagus masih menghubungi nara sumber (aku), maaf tokoh aku sebut saja dia Via.

Pelajaran yang dapat penulis ambil dari kisah ini, yaitu:
1. Pentingnya restu orang tua dalam setiap hubungan.
2. Alloh akan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Karena hidup adalah perjuangan.
3. Jangan ada rahasia antara suami istri, perkuatlah hubungan itu, agar tidak memberi kesempatan pihak lain menghancurkannya.
4. Bersabar atas semua yang terjadi, bersyukur atas semua yang telah Alloh berikan.

Sekian dan terimakasih, penulis mohon maaf jika ada pihak-pihak yang kurang berkenan atau merasa dirugikan. Salam litera..

Semangat pagi cinta
#Eka Wiyati#menulis semudah bernafas
#alineaku#kmonovember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar